CERPEN : Jika Memang Semua Harus Berakhir

 CERPEN


Jika Memang Semua Harus Berakhir

Karya Irfan Suryana


(https://www.pexels.com/photo/man-in-black-zip-up-hoodie-sitting-on-purple-sofa-4100431/)

Hari demi hari telah aku lewati seorang diri. Tak ada lagi senyuman yang dapat aku lukiskan untuk menyambut pagi. Aku merasa hidup ini kosong dan tak ada lagi harapan yang tersisa. Harus kemanakah langkah kaki ini melangkah? Haruskah aku tetap mengejar mimpi meskipun harus berjuang seorang diri? 

Namaku Reza. Biasanya teman-temanku memanggil aku dengan sebutan Za. Aku sangat menyukai sebutan ini karena terdengar cool. Saat ini, semua terasa berbeda. Tidak ada lagi seorang pun yang memanggilku dengan sebutan Za. Ya, aku sadar bahwa aku sudah tidak ada lagi teman atau pun kawan. Mereka semuanya pergi tanpa ada alasan sedikit pun. Aku tak mengerti apa salahku. Apa memang Tuhan menciptakan aku seorang diri di hidup ini? Terkadang aku merasa iri mengapa orang-orang bisa memiliki banyak teman; main bareng; canda bareng; bahkan liburan bareng. Sementara diriku harus menjalani semuanya sendiri. 

Dahulu memang aku memiliki banyak teman bahkan seorang pacar idaman. Namun itu semua hanya sebuah cerita lama yang mustahil aku rasakan kembali. Jika memang ini sebuah takdir bahwa aku harus sendiri, semoga hati ini bisa lapang dan aku pun dapat menjalaninya. Ah, sudahlah. Terkadang momen-momen bersama mereka selalu menghantui diriku saat ini; momen-momen indahnya kebersamaan yang tak mungkin lagi dapat aku alami.

Sampai saat ini aku tak mengerti apa rencana Tuhan pada diriku. Ingin rasanya aku berlari dan terus berlari sambil menangis meninggalkan semua kenyataan hidup yang pahit ini. Aku merasa tak sanggup lagi dengan beban hidup yang harus aku pikul. Ingin rasanya aku tidur selamanya dan tak perlu bangun kembali. Biarkanlah mimpi-mimpi indah menemani kehampaan hati ini.

"Za... Za... Kamu kok melamun?" terdengar suara yang tak asing lagi di telingaku.

Aku pun menengok dan ternyata Gilang datang menghampiriku. 

"Eh, Lang. Kok kamu disini?" tanyaku penasaran sambil menatap penuh tanya ke bola mata cokelatnya,
"Aku tuh cari kamu dari lusa. Kok kamu nggak masuk kantor sih, Za? Kamu sakit?"
"Nggak, Lang. Aku nggak sakit kok. Akhir-akhir ini hatiku lagi nggak enak" jawabku sekenanya.
"Za, kamu kok malah melamun disini? Ini mau Maghrib, nanti kamu kerasukan setan lho" 
"Makasih banget Lang, kamu udah perhatian sama aku"
"Iya dong. Kita kan sahabatan, Za"

Aku pun kaget dan terharu mendengar perkataan Gilang. Tak kusangka ternyata dia menganggap aku sahabatnya. Aku pun mulai terbuka kepada Gilang. Aku ceritakan permasalahanku kepadanya.

"Lang, aku kira aku tak punya teman lagi. Ternyata kamu anggap aku sebagai sahabat kamu. Makasih banget ya Lang" tuturku kepada Gilang.
"Ya ampun, Za. Kita itu memang sahabatan. Kamu makannya kalau ada apa-apa cerita aja. Jangan suka dipendamlah"
"Iya, Lang. Aku hanya nggak mau merepotkan"
"Jangan begitu, Za. Percayalah jika kamu merasa sendiri, sebenarnya kamu nggak sendiri. Ada banyak orang di luar sana yang sayang sama kamu!"
"Iya Lang..."
"Dan satu hal lagi, Za, jika kamu merasa tidak ada ada seorang pun yang peduli sama kamu, percayalah bahwa orang-orang terdekatmu dan keluargamu sangat peduli sama kamu!

Apa yang dikatakan oleh Gilang membuat hati ini tersadar. Aku yang beberapa hari ini merasa seorang diri dan tidak ada teman, ternyata salah, karena ada banyak di luar sana yang sayang dan menjadi temanku meskipun mereka tidak selamanya selalu ada.

Aku pun pulang bersama Gilang. Saat ini aku merasa jauh lebih baik dan lebih menyadari lagi bahwa memang ada beberapa hal yang tidak harus dipaksakan namun dibiarkan mengalir saja, karena hal-hal tersebut memang berada di luar kendaliku. Dan jika memang semua harus berakhir, apapun itu, maka aku harus merelakannya karena rahasia Tuhan tidak pernah ada yang mengetahui.


❤❤❤❤



Post a Comment

Previous Post Next Post