Bab 2 "Bersinarlah Sang Surya" oleh Irfan Suryana

Mendengarkan musik adalah hobiku. Di saat aku gundah, musiklah yang selalu mencoba menenangkannya. Tak banyak orang yang mengenalku seutuhnya. Aku memang pendiam, mungkin karena itulah tak banyak orang yang mau mengenalku.

Image result for handsome guy smiles 
(Diambil dari Google)


Malam ini aku merasa kesepian. Aku selalu memeriksa ponselku. Aku kira ada chat masuk namun tidak ada. Hmmm, betul-betul merasa sendiri malam ini. Terkadang aku membayangkan; mungkin indah ya bisa punya temen dekat; bisa curhat, saling berbagi, hang out bareng, dan dan dan dan masih banyak lagi. Namun tak ada tuh yang peduli.

Awalnya aku merasa bahwa hidup ini tak adil. Aku selalu mempertanyakan mengapa aku selalu sendiri? Apakah karena aku jelek? Apakah karena aku bukan berasalah dari bangsawan? Entahlah, aku tidak mengerti dengan semua ini. Aku merasa sudah berusaha untuk berbuat baik namun mengapa aku selalu merasa sepi ya... Aneh. Rasa sepi itu kini mulai terkikis karena aku yakin cahaya harapan itu selalu ada. Aku harus tetap berusaha menjadi orang baik meskipun banyak orang yang tak memperdulikanku. Aku harus terus tersenyum walaupun hati ini menangis. Aku harus tetap bersyukur meskipun aku merasakan ketidakadilan di dalam hidup ini.

Bagaimanapun di dalam hidup ini aku masih percaya adanya Tuhan. Tuhan selalu menemaniku. Aku yakin Tuhan itu ada. Tuhan tidak mungkin membiarkanku terus-terusan dalam keadaan terpuruk. Mungkin Tuhan tengah mengujiku. Aku yakin suatu saat aku tidak akan pernah merasa kesepian lagi. Aku yakin akan ada seseorang yang akan menemaniku; yang memahamiku' yang menerima karakterku; yang menerima diri ini apa adanya. Keyakinan ini harus aku pegang. Aku tidak boleh mengeluh apalagi menyerah. Dunia ini memang penuh warna. Warna yang kadang abu-abu. Namun keabu-abuan itulah yang membuat dunia unik. Tentu saja, karena itu berarti sulit ditebak. Betul apa tidak? Ha ha ha. . .

Capek rasanya berbaring terus. Ku mulai melonjorkan kedua kakiku dan menempelkan punggungku ke dinding. Pegel juga ternyata baringan terus. Aku mulai berpikir tentang masa depanku. Hmmmm, memang akhir-akhir ini bahkan dari awal sampai sekarang aku merasa hidup ini sulit. Ya, terkadang terus berjuang itu melelahkan dan rasanya ingin istirahat sejenak dari kebisingan hidup ini. Aku paksakan diri ini agar tetap kuat. Biarlah orang lain menjauh dari aku. Biarkan semua orang membenci aku. Aku bisa apa atuh. Sudah kubilang kakiku kecil dan aku hanya punya segenggam harapan saja. Hanya itu. 

Kini kusadari bahwa kehidupan ini adalah sebuah proses. Tidak ada orang yang tiba-tiba hidupnya enak. IMPOSSIBLE. Ya, aku harus menjalani proses ini dengan ikhlas. Walaupun aku harus berjuang sendiri, tak apalah daripada aku berdiam diri dan menyerah tanpa arah. Aku tak peduli apabila aku gagal dan terus-terusan gagal. BODO AMAT. Yang penting aku puas dengan apa yang aku lakukan. Yang penting aku memaksimalkan diri ini. Nggak peduli lagi dengan komentar orang yang membuat aku DOWN. Nggak bakalan peduli lagi sama cemoohan orang yang menghina aku. Nggak care lagi sama tanggapan orang yang menganggap aku nggak bisa. 

Ayah, Ibu, dan kakakku lah yang selalu membuat diri ini semangat. Meskipun terkadang aku merasa mereka juga tidak peduli padaku tapi aku yakin mereka semua sayang sama aku. Rasanya aku ingin selalu dekan dengan mereka. Ingin aku berada dipelukan kedua orangtua. Hangat rasanya; menghangatkan hati yang dingin,menghangatkan jiwa yang panas, menghangatkan pikiran yang membara. Satu hal yang membuat aku sedih adalah aku tidak bisa membahagiakan mereka. Mereka terlalu berarti bagiku namun diri ini tak mampu menggoreskan senyuman bagi mereka. Ayah, Ibu, Kakak, aku ingin berada disamping kalian. Aku rindu.

Aku merasa jiwa yang tadi gundah, sudah mulai tenang. Syukurlah. Sudahlah, aku lupakan semua kepedihan yang selalu menimpaku. Aku harus ikhlas. Aku tahu bahwa aku tidak bisa mengontrol kehidupan ini. Hanya Tuhan yang mampu melakukannya. Aku yakin Tuhan menakdirkan sang Surya untuk bersinar.

Yogyakarta, 17 Mei 2018
Irfan Suryana




Post a Comment

Previous Post Next Post