Wacana Artistik dan Peranti Retorik
Mammedli Aysel Ilqar
Abstrak
Jurnal ini membahas peranti retorik yang digunakan untuk memperindah wacana artistik. Memperindah wacana berarti menyampaikan pesan artistik kepada pembaca dengan menggunakan berbagai peranti retorik. Hal ini menjadi perhatian para retoris di Yunani Kuno, Roma, dan negara lainnya. Mereka tertarik pada wacana yang memperhatikan peranti retorik. Dari zaman dahulu hingga sekarang masalah-masalah yang terjadi umumnya dalam bidang politik, hukum, dan bidang lainnya. Para ahli bahasa, salah satunya dari Roma, mencoba menyelesaikan masalah-masalah tersebut dengan cara meneliti peranti retorik berdasarkan kesadaran dan pola pikir. Ada tiga faktor yang bisa diterapkan pembicara yaitu peringatan, penimbulan, dan inspirasi. Ketiga faktor tersebut mempunyai peran penting dalam peranti retorik. Oleh karena itu memperindah keterampilan bicara merupakan hal inti dalam peranti retorik. Penulis berpendapat bahwa wacana indah yang ditulis dapat memberikan inspirasi dan tentunya dapat menarik perhatian pembaca. Konstruk leksial dan sintaksis yang berbeda juga dapat digunakan dalam peranti retorik, seperti kata perintah, pengulangan leksikal, inversi, chiasm, dan sebagainya. Penulis mencoba menjelaskan beberapa hal yang penting dalam peranti retorik dalam wacana artistik dengan memberikan beberapa contoh peranti retorik. Untuk meningkatkan keefektifan bicara maka dibutuhkan gerak tubuh, ekspresi wajah, dan beberapa hal lainnya yang mendukung dalam penyampaian informasi.
Setelah meneliti masalah-masalah diatas, penulis menyimpulkan bahwa dengan menggunakan kiasan peranti retorik dapat meningkatkan keefektifan dalam penyampaian informasi. Penulis juga berpendapat bahwa wacana retorik yang menarik akan membuat pendengar menjadi memperhatikan, mempercayai, dan mengingat apa yang disampaikan. Wacana berkias tidak tergantung pada tingkat pendidikan pendengar namun pada pendengar yang dapat memahami dan menikmati apa yang diucapkan oleh pembicara.
Kata Kunci: artistik, peranti retorik, wacana, teks, makna, kiasan, informasi, keefektipan.
1. Pendahuluan
Dari dahulu sampai sekarang istilah-istilah dan analisa wacana diteliti oleh para ahli bahasa yang berbeda dan hal tersebut menjadi hal yang menarik untuk kita teliti. Ada beberapa hal yang bisa dijadikan sumber penelitian sebuah wacana diantaranya ilmu budaya, pendekatan sastra, dan sejarah. Wacana bisa dipelajari oleh para ahli sosiolinguistik, psikolog, dan lainnya. Gagasan yang ada di dalam wacana dapat terlihat sebagai obyek. Berdasarkan penelitian yang telah ada, disimpulkan bahwa sebuah wacana dapat diteliti melalui multimodal dan multimedia dalam bentuk bahasa, ujaran, atau dalam bentuk tulisan. Seorang ahli, R.Langaker, menulis beberapa hal mengenai wacana: “Wacana merupakan obyek yang menyajikan dunianya sendiri yang diciptakan oleh subyek.” Dia menegaskan bahwa lingkungan diciptakan dan dijalani oleh manusia. Dia pun menyatakan bahwa manusia menciptakan sebuah dunia di dalam pikirannya sendiri (Mammadov & Mammadov, 2010). Mammadov & Mammadov menyatakan pentingnya perhatian dan saling berhubungan di dalam auditorium ketika menentukan wacana. Maka dari itu, memulai dan mengakhiri sebuah wacana merupakan dua hal yang penting dalam setiap wacana (Mammadov & Mammadov, 2010)
2. Ruang Lingkup Belajar
Para ahli bahasa mempelajari berbagai hal dari sebuah wacana dan mereka mencoba menjelaskannya dengan menggunakan cara yang berbeda-beda, contohnya para ahli sosiolinguistik sangat tertarik untuk meneliti inti dari hubungan sosial yang terkandung di dalam sebuah wacana dan para psikolog ingin juga meneliti bahasa yang ada di dalam sebuah wacana. Mereka semua tertarik dalam mempelajari metode yang digunakan berdasarkan percobaan dalam bidang psikologi. Tujuan dari metode tersebut adalah untuk mempelajari rentetan masalah yang terjadi dengan menggunakan kata-kata atau kalimat yang lengkap. Pada umumnya, mempelajari sebuah wacana berarti menjelaskan bagaimana perilaku manusia dalam menggunakan bahasa dalam berkomunikasi, khususnya menjelaskan mengenai informasi yang disampaikan oleh pembicara kepada pendengar.
Wacana itu sendiri memiliki tujuan-tujuan tertentu dan hal tersebut tidak hanya memiliki tujuan dalam luaran bahasa saja tetapi juga tujuan pragmatis, tujuan penyampaian informasi, dan tujuan kepada beberapa praktisi dengan latar belakang pendidikan yang berbeda. Wacana dibedakan menjadi tiga:
1. Orang yang menggunakan pengetahuan yang dimilikinya untuk memahami budaya luar untuk membentuk sebuah wacana;
2. Orang yang menggunakan pengetahuan baru mengenai budaya luar untuk membentuk wacana;
3. Orang menggunakan pengetahuan baru dan budayanya sendiri untuk membentuk sebuah wacana. Makna wacana tidak disampaikan secara langsung namun berdasarkan konteks sosial yang dapat menciptakan situasi dalam berkomunikasi.
Menurut N. Enkvist, sebaiknya kita memperhatikan bahwa wacana dipertimbangkan untuk menjadi sintesis dari sebuah tekd dengan konteks sosial yang ada. Teks tersebut mempunyai makna apabila konteks-nya dilibatkan (Enkvist, 1989). L. Wittgenstein menyatakan bahwa makna dapat diketahui apabila unsur-unsur wacana digunakan. Oleh karena itu konteks digunakan untuk tujuan tertentu oleh pengirim pesan dalam kondisi dan makna tertentu (Wittengstein, 1953). Dijk Teun A. Van berpendapat di dalam tulisannya:
Konteks meliputi orang-orang yang terlibat dalam berkomunikasi termasuk peran, tujuan, maksud, dan latar belakang pendidikan mereka (hal.23).
Menurut R.Wodak ada empat tingkatan dalam sebuah konteks (Wodak,1992)
1. Hubungan antar kalimat, teks, topik, dan hubungan antar wacana;
2. Tambahan unsur kebahasaan, dan unsur sosial;
3. Hubungan antara teks dan organisasi sosial;
4. Bentuk-bentuk kelembagaan dengan konteks tertentu.
R.Wodak menyimpulkan:
Melalui ke empat hal di atas, kita bisa mengetahui bagaiamana semua wacana, topik, dan juga teks dapat berubah berdasarkan situasi sosial (Wodak, 1992)
N.Zaychikova menyatakan bahwa ada tiga hal yang berhubungan dengan wacana (Zaychikova, 2003)
1. Wacana yang diwujudkan dalam teks.
2. Wacana yang memiliki teori dasar.
3. Wacana yang digolongkan berdasarkan ideologi.
Ketika meneliti berbagai jenis wacana seperti seni, media, dan hukum, kita bisa mengamati bahwa bidang-bidang tersebut memiliki kognitif, pragmatis, dan dorongan ideologi serta budaya. Beberapa jenis diatas ada yang nyata dan ada yang hanya imajinasi dan bayangan penulis saja. Wacana artistik merupakan salah satu jenis dari wacana. Semua jenis wacana mempunyai makna pragmatis masing-masing tetapi kita bisa membedakannya dengan memperhatikan penggunaan dan kecenderungan wacana tersebut. Wacana yang membahas mengenai politik dan hukum terlihat lebih meyakinkan, efektif, dan bahkan lebih cenderung disalahgunakan daripada wacana artistik dan wacana ilmiah.
Masalah utama yang terjadi adalah apa yang dirasakan oleh pengirim pesan (seorang penulis atau penyair), kondisi psikologi penulis atau penyair ketika menulis karya sastra, gaya pemikiran penulis, dan kecenderungan penulis terhadap karya sastra. (Sebagai contoh kita dapat membandingkannya dengan S. Maugham dan E. Hemingway) Kondisi jiwa seseorang berperan sangat penting dalam menentukan makna atau arti dari wacana. Makna sebenarnya tergantung pada nilai budaya. Selain itu sebuah konteks sebuaiknya memiliki kerterkaitan dengan ilmu pengetahuan yang dapat diterapkan secara langsung (Mammadov & Mammadov, 2010)
1. Qalperin menulis tentang kombinasi fungsi informasi lokal, kognitif, dan informasi aktual dalam wacana artistik (Halperin, 1981). Hal diatas dapat digabungkan dengan jenis wacana yang lain seperti wacana mengenai politik dan hukum. A.Mammedov dan M. Mammedov menulis bahwa pengirim pesan menggunakan jenis wacana tertentu dalam sebuah teks untuk mempengaruhi penerima pesan agar dapat berpikir lebih jauh tentang informasi yang diterimanya (Mammadov & Mammadov, 2010).
Wacana artistik dapat dibedakan menjadi tiga yaitu lirik, syair, dan drama. Narasi diwujudkan pada saat bersamaan ketika wacana sedang terjadi.
Penulis menggunakan perumpamaan di dalam lirik. Dalam jenis ini, penulis “saya” berada di posisi pertama dan tidak tergantung pada struktur teks. Ada hubungan kuat antara pembicara dengan sebuah lirik. Gerak tubuh pun bisa diteliti dalam proses berkomunikasi (Abdullayev, 2013)
Pengetahuan mengenai bahasa-budaya juga berperan dalam pemahaman jenis wacana dan wawasan yang dinyatakan dalam teks tertentu tentunya dapat membantu untuk memahami sebuah wacana.
Imajinasi dan kondisi nyata dapat diidentifikasi dan diwujudkan dengan memahami puisi dan novel, susunan novel, kiasan, dan gabungan dari ketiga hal tersebut.
Masing-masing unsur wacana dihubungkan dengan yang lainnya berdasarkan keseluruhan makna. Hubungan ini dikenal dengan hubungan retorik. Hubungan tersebut digunakan oleh pengirim teks ketika mengirim sebuah informasi. Dalam percakapan terdapat unsur volume mulai dari volume tinggi sampai volume rendah. Selain itu, pengirim teks mempengaruhi penerima teks dengan menggunakan berbagai peranti retorik. Hal ini sudah termasuk unsur-unsur tatabahasa dan leksikal seperti halnya tokoh, nama pribadi, nama tempat, nama samaran, serta nama lainnya sehingga menciptakan makna tersembunyi di dalam teks penerima dan dapat membantu untuk mengembangkan pengetahuan penerima.
F.Y. Veyselli menyatakan bahwa leksikal, tata bahasa, fonetis, dan intonasi juga berperan sangat penting untuk membentuk hubungan dalam sebuah wacana. Bentuk lisan termasuk ke dalam kelompok paralinguistik (seperti perpindahan organ tubuh, ekspresi wajah, dan sebagainya) sedangkan bentuk tulisan ada tanda baca (seperti tanda titik, koma, titik dua, tanda seru, tanda tanya, dan tanda baca lainnya.) Adapun contohnya sebagai berikut:
Tom pergi untuk menemui Bibi Poly. Dia sedang duduk di dekat jendela terbuka. Dia tengah mengantuk dan memegang kucing yang tidur. Dia terkejut melihat Tom. Dia berpikir bahwa Tom sudah lama keluar dari pekerjaannya.
Kata ganti orang ke dua /dia/ menghubungkan bagian yang terpisah yang melengkapi satu sama lain di dalam sebuah bacaan. Ada beberapa beberapa hal penting dalam pembentukan teks. Pertama mengenai anafora. Peran kata pengganti menggambarkan apa yang terjadi di dalam teks dan hal tersebut tidak mengekspresikan siapa yang melakukan hal-hal yang terjadi (Veyselli, 2010)
Seperti dijelaskan diatas, menggunakan peranti retorik berarti seorang penulis menunjukkan fungsi pragmatis dan teori di dalam sebuah teks. Pada saat yang sama peranti retorik ini memiliki tujuan tertentu pada penerima teks (Mammadov & Mammadov, 2007). Tujuan utama penulis adalah memperkenalkan apa yang ada di dalam teks melalui wacana artistik yang menggunakan cara efektif dan dapat menarik perhatian pembaca. Wacana artistik yang dipengaruhi kata metaforis dapat menciptakan komunikasi verbal yang aktif antara pengirim dan penerima berdasarkan daya tarik-kepercayaan-kesadaran. Bayangan yang diciptakan dapat menjadi pertimbangan untuk menghasilkan tulisan yang berintelektual. Penerima mendapatkan informasi dari pengirim dengan bergantung pada pemahamannya sendiri. Selama proses penerimaan akan ada dua pilihan yaitu antara pernyataan retorik dan pernyataan berpolemik. D. Schiffrin menulis: “pendapat retorik ada di dalam teks monolog dan hal ini tidak menunjukkan masalah-masalah yang terjadi”. Faktor-faktor tersebut dapat diwujudkan di dalam wacana artistik yang tentunya tergantung pada makna semantik. Hal ini menunjukkan tujuan-tujuan pragmatis pengirim teks. Penulis memperkenalkan tujuan tersebut secara langsung dan mencoba membuat pembaca berpikir. Penulis juga bisa membuat pembaca tetap berpikir untuk menemukan makna yang tersembunyi di dalam teks secara tidak langsung. Kedua hal tersebut tergantung pada kemampuan penulis sendiri.
Realisasi faktor-faktor retorik dan polemik di dalam fiksi dibentuk berdasarkan susunan makna yang diambil dari wacana artistik, contohnya meskipun ungkapan-ungkapan yang bersifat metaforik seperti unsur-unsur tata bahasa dan leksikal menghasilkan sebuah pendapat, perbedaannya terletak pada penerapan makna di dalam teks penerima.
Bagian-bagian yang dapat diperdiksi tidak dinyatakan berdasarkan makna literatur namun makna kiasan yang ada di dalam wacana artistik. Hal ini disebut sebagai perbandingan, adapun contohnya adalah sebagai berikut:
Hidup itu seperti bayangan yang berjalan; pemain yang malang,
Yang berjalan dan mengukir putaran jam dalam sebuah pentas.
Jika kita membagi sebuah pernyataan yang bersifat metaforis ke dalam bagian komponennya maka subyek nyata (hal pertama) di dalam pernyataan metaforik dikenal sebagai the tenor atau tujuan. Hal kedua (sering kali imajiner yang bukan dalam ruang lingkup sastra) the tenor atau tujuan yang dimaksud disebut the vehicle atau sarana. Salah satu contohnya yaitu dengan mempertimbangkan pernyataan yang bersifat metaforis, “Susan adalah orang jahat jika dia berkhianat.” Dalam contoh tersebut dapat diketahui bahwa Susan merupakan the tenor sedangkan orang jahat adalah the vehicle dalam metafora atau kiasan. yang sama. The tenor yaitu Susan adalah sesuatu yang ada. The vehicle yaitu hipotesis atau gambaran yang ditimbulkan oleh orang jahat merupakan sesuatu yang secara fisik tidak ada.
Salah satu cara atau teknik untuk mengirim wacana artistik ke auditorium adalah dengan epifora. Epifora atau epistrope merupakan kata yang berasal dari bahasa Yunani yang berarti “membawa”. Epifora adalah peranti retorik yang menciptakan pengulangan kata atau frasa yang tegas yang diletakkan di akhir kalimat. Pola retoris tersebut dapat menghasilkan irama yang dinamis dalam setiap teks.
…negara ini, atas nama Tuhan, sebaiknya memiliki kebebasan baru—dan istilah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat sebaiknya tidak hilang dari muka bumi ini.
(Abraham Lincoln dalam bukunya Gettysburg Address.
Seperti yang kita lihat bahwa kata “rakyat” digunakan dalam bentuk pengulangan secara berurutan untuk menegaskan ide pembicara. Abraham Lincoln menggunakan kata “rakyat” di dalam pidatonya untuk menegaskan bahwa pemerintahan itu tidak abstrak dan tidak dapat dipisahkan dengan tujuan tertentu tetapi mempunyai hubungan yang dekat dengan rakyat. Pengulangan kata tersebut menciptakan gaya retoris yang kuat di dalam sebuah wacana.Adapun contoh lainnya adalah:
Dunia mengetahui bahwa Amerika,
tidak pernah memulai peperangan.
tidak mengingiinkan peperangan.
tidak mengharapkan adanya peperangan. (John F. Kennedy, “The Strategy for Oeace”, 10 Juni 1963)
Peranti retorik yang sama juga digunakan. Dengan menggunakan epifora dalam sebuah wacana artistik dapat menarik perhatian pembaca atau pun pendengar. Epifora digunakan di akhir kata, kalimat, atau pun frasa, dan hal tersebut menjadikan efipora menjadi peranti retorik yang mudah diingat. Kita bisa menggunakan kata yang sama dalam majas diafora juga. Majas diafora adalah pengulangan hal-hal yang umum untuk memberikan dua fungsi logis. Hal ini menunjuk seseorang dan menandakan kualitas yang dikonotasikan oleh nama atau gelar seseorang. Penulis menggunakan peranti retorik ini untuk memberikan emosi, irama, jeda, dan juga suasana dalam wacana. Adapun contohnya adalah sebagai berikut:
Buku tidak akan disebut sebagai sebuah buku sampai anda dapat membacanya sampai tamat.
3. Kesimpulan
Peranti retorik mempunyai peran yang sangat penting dalam keefektifan sebuah wacana artistik. Dengan menggunakan peranti retorik, anafora, epifora, diafora, metafora, maka menimbulkan pikiran penerima wacana, arti langsung dan tidak langsung dari sebuah teks menjadi jelas dan hal ini juga dapat menarik perhatian pendengar. Menarik perhatian adalah sesuatu yang penting dalam wacana artistik dan wacana artistik dapat menarik perhatian semua kalangan. Fungsi peranti retorik dalam wacana artistik adalah membuat wacana tersebut menjadi luas, lengkap, dan bermakna. Hal tersebut memberikan intensi bicara dalam wacana artistik. Oleh karena itu, menggunakan peranti retorik dalam wacana artistik merupakan tujuan penulis. Gaya tersebut menunjukkan bahwa wacana artistik dapat menghasilkan wacana lebih efektif. Adapun peranti retorik meliputi susunan leksikal, sintaks, dan kiasan. Peranti retorik yang dimaksud termasuk peranti retorik dalam bertanya, pengulangan sintaksis, inversi, persamaan, homonim, perbedaan, isyarat, epifora, aliterasi, pantangan, aposisi, unsur-unsur sastra, dan lainnya. Masing-masing unsur memiliki pengaruh yang besar untuk meningkatkan keefektipan wacana.
Perwakilan Sekolah Yunani Kuno, Aristoteles, Lessing, didro, dan ahli bahasa serta sastra telah menjelaskan mengenai pengaruh peranti retorik, hal-hal yang puitis, metafora dan majas lainnya dalam sebuah wacana artistik.
Referensi
Abdullayev, S. (2013). Experience of fuzzy linguistics. Bakt.
Enkvist, N.E. (1989).From Text to Intrpretability: A Contribution to the Discussion of Basic
Terms in Text linguistics.In W. Heydrich (Ed.), Connexity and Cohenrence: Analysis of
Text and Discourse. Berlin, New York: Mouton de Gruyter.
http://dx.doi.org/10.1515/9783110854831.369
Halperin, I. R. (1981). Text as an object of linguistic research.Moscow: Nauka.
Mammadov, A., & Mammadov, M. (2007). Cognitive structure of the text. Vestnik MGLUV
Moscow: Rema.
Mammamdov, A., & Mammadov, M. (2010). Cognitive pospects of discourse analysis. Baku.
Schiffrin, D. (n.d.) Everyday Argument: Organization of Diversity in Talk.In T. A.van Dijk
(Ed.), Handbook of Discourse Analysis (Vol. 3). London: Academic Press.
Van Dijk, T. A.(1998). Ideology: A Interdisiplinary approach. London: Saga Publications.
Veyselli, F. Y. (2010). Introduction of discourse analysis. “Tehsil” NPM, Baku.
Wittgenstein, L. (1953). Philosophical Investigations.New York; Oxford University Press.
Wodak, R. (1992). Vocabularies of public life: Empirical essays in symbolic structure.London: Longman.
Zaychikova, N. (2003).Political text-political discourse-political novel. In Polyphony education
and English studies in a multicultural world. Proceedings of the first international
conference of the Associationof English teachers.November 25-26, Moscow State
Linguistics University, Moscow
Hak Cipta
Hak cipta jurnal ini sepenuhnya dikuasai oleh penulis. Jurnal ini bisa diakses berdasarkan syarat dan ketentuan dan izin dari Creative Commons Attribution (http://creativecommons.org/licenses/by/3.0/)
Sumber: Google
Post a Comment